Tuesday, February 5, 2013

Perjalanan Romansa dan Derita di Gunung Semeru


Jadi ceritanya gue lagi dapet tugas Bahasa Indonesia gituuu... Naaah disuruh bikin cerita narasi bebas aja gitu, entah tentang pengalaman, khayalan ataupun impian. Gue pun memilih untuk membuat narasi mengenai impian gue.. kaya gimana? nah sebelumnya kita mulai dengan basa basi di paragraf selanjutnya.

Impian gue adalah membuat nyata skenario cinta gue yang mesra dan penuh romantika. Skenario cinta gue ini terinspirasi dari film 5 cm yang menurut gue cukup membuat gue galau. Walhasil dengan segala jerih payah berpikir dan lamanya menjomblo serta bingung masalah cinta, gue pun merencanakan untuk membuat skenario cinta gue.

Eniwei, mendingan kita langsung baca gimana isi dari skenario cinta gue.


Perjalanan Romansa dan Derita di Gunung Semeru

Setiap orang memiliki impiannya masing masing. Impian menjadi sukses, terkenal, kaya atau mungkin yang paling banyak adalah cinta. Aku salah satunya. Aku berencana untuk melakukan pendakian di Gunung Semeru. Rencana ini sudah kusiapkan dengan matang. Perlengkapan seperti sarung tangan, senter, minuman, obat - obatan dan pakaian ganti yang hangat sudah disiapkan dengan baik. Oh aku tak lupa dengan boxer kuning melati tercintaku. Aku berangkat menuju kota Malang menggunakan pesawat agar tiba lebih cepat sebab aku cukup lemah naik kendaraan berAC. Jika terlalu lama bisa mabuk, biasanya untuk mengabaikan rasa mabuk, aku harus diajak ngobrol tapi saat pergi ini aku sendirian. 

Tibalah aku di Malang dan langsung menuju Semeru. Aku mulai menanjak, kebetulan saat itu banyak orang yang juga dalam masa mendaki Semeru. Walaupun aku sendiri, tapi aku tidak merasa sendirian, tiap waktu aku mengobrol dengan pendaki lain mengenai medan perjalanan yang cukup sulit karena menanjak dan menurun. Mereka orang yang sopan, selalu menanggapi setiap pertanyaanku. Tapi kenapa setelah itu langsung jalan cepat meninggalkanku semua ya? Salah satu medan sulit dan berbahaya adalah jalanan setapak yang sempit dengan bagian kanan jurang dan kiri tebing tinggi. Jalanan ini cukup licin dan berbatu. Tentu saja tak selicin akalku dan sebatu kemauanku. Di depanku ada segerombolan remaja yang kira kira berumuran sama denganku, paling belakang dari gerombolan itu adalah wanita dengan rambut panjang yang indah, berpakaian serba putih dan ketika rambutnya terbang tertiup angin.. punggungnya bolong.. hiiii!!! Di sela sulitnya aku berjalan, tiba tiba wanita di depanku itu terpleset.

"Aaaahh!!"
"Awas!"

Dengan cepat aku memegang tangannya. Gerombolannya terkejut dan mereka menolong kami berdua. Wanita cantik dan manis yang jatuh ini berkata kepadaku dengan wajah yang masih syok.

"Terima kasih ya mas.."
"Hati hati lain kali.."
"Iya.. Hmm.. sendirian?"
"Iya..
"Bareng bareng yuk.. Ohiya aku Pevita"
"Aku Awy"

Dan aku dikenalkan kepada teman temannya yang lain itu. Pevita mendaki bersama 4 temannya, 3 pria dan 1 wanita. Wanita itu bernama Nikita, berparas cantik dan lemah lembut dengan wajah sedikit kebulean. Tiga pria lainnya bernama Bram, Abdu dan Sulam. Kami berenam akhirnya mendaki bersama sama dan saling tolong menolong hingga ketika dalam perjalanan itu persediaan air mereka habis. Aku membawa minuman yang lebih. Aku jarang minum karena masih kuat, jadi kuberikan kepada mereka yang kehausan (sebenernya itu minuman basi yang kusimpan beberapa tahun).

"Makasih banyak ya wy, tanpa kamu mungkin kita udah dehidrasi disini.."  kata Bram
"Gapapa kok.. justru aku yang harus berterima kasih karena bisa mendapat teman perjalanan..."

Akhirnya telah tumbuh rasa saling peduli diantara kami. Aku berjalan di paling belakang bersama Pevita. Dia agak sedikit ceroboh dan sering jatuh jatuhan yang membuatku selalu ada disisinya untuk membantu dia berjalan. Saking baik hatinya aku, aku rela untuk jatuh ke jurang.. tapi harus bersama dia.

Kami tiba di tempat peristirahatan Ranukumbolo, tempat yang sangat indah dengan hutan yang asri. Kami berenam langsung lari dengan bahagia. Aku pun terpleset dan menabrak pohon beringin.

"Tempatnya indah ya wy.." kata Pevita
"Iya.." *sambil memegangi hidung yang mimisan*

Aku bergegas menuju danau untuk mencuci muka dan mengisi persediaan air minum. Sulam menemaniku dan kami bercengkrama bersama untuk lebih mengerti satu sama lain. Jangan jangan Sulam homo?

Hari sudah mulai gelap dan udara yang dingin menusuk nusuk tubuhku. Semua pendaki yang ada disitu sudah membangun tenda mereka dan beristirahat di dalam. Sedangkan aku? Aku belum membangun tendaku, kenapa? Aku memeriksa dan mengeluarkan isi tasku dalam keadaan panik. Ternyata aku lupa membawa tenda. Aku pun kebingungan, di tempat sedingin ini apakah aku harus tidur tanpa tenda?

"Wy! Sini! Kok sendirian aja disitu?"

Abdu memanggilku dari kejauhan. Dia mengajakku untuk beristirahat bersama di tendanya dengan Sulam dan Bram. Di sebelah tenda mereka adalah tenda Nikita dan Pevita. Sebelum kami berenam tidur, kami sempat berkumpul bersama mengelilingi api unggun sambil berbincang bincang. Aku duduk dekat dengan Pevita dan kami terlihat sangat dekat sekali sampai membuat semuanya meledek ledeki kami seperti "Dasar mie ayam dan kuah" atau "Dasar mie ayam dan saos sambel" bahkan "Dasar mie ayam dan ayam lagi".

Pagi hari sekitar jam 1, kami melakukan pendakian malam dan inilah medan paling bahaya dan sulit dari Gunung Semeru karena.. gelap dan aku memakai kacamata sunglasses. Aku memang bodoh. 
Malam hari ini suhu turun hingga -10 derajat ceritanya. Kami berenam mendaki tanpa membawa tas lagi dan hanya di temani senter dan perasaan saling peduli satu sama lain. Ketika dalam perjalanan, kami melihat adanya batu nisan pertanda orang orang yang tewas dalam pendakian malam. Kami pun terdiam melihat adanya pendaki yang berbelasungkawa dan kami mulai percaya serta menyebutkan motto.

Bram : "Cuma kaki yang akan berjalan lebih dari biasanya, Tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya" 
Sulam : "Mata yang akan menatap lebih banyak dari biasanya, Leher yang akan lebih sering melihat ke atas"
Nikita : "Lapisan tekad yang 1000 kali lebih keras dari baja"
Abdu : "Hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya"
Pevita : "Serta mulut yang selalu berdoa"
Awy : "Dan indomie telur kornet hanya enam ribu rupiah saja.."

Kenapa semuanya melihat ke arahku? Aku membuat motto itu secara spontan karena kalian tidak bilang kalau akan membuat motto sebelumnya..

Perjalanan kami lanjutkan dan mulai mendaki dalam keadaan gelap. Dalam hawa dingin itu, kami tidak sadar bahwa jumlah berkurang 1 orang. Sulam menghilang, jangan jangan dia kedinginan hebat. Akhirnya kami panik mencarinya dengan kembali menuruni bukit. Dalam keadaan panik dan gelap itu tentu saja sulit untuk mencarinya, akhirnya kami merelakan kepergian Sulam dan kami berduka cita. Perjalanan kami lanjutkan dan ternyata di depan kami ada Sulam, Sulam bukan ketinggalan tapi dia jalan lebih dulu.

Setelah kembali berjalan, Aku melihat Pevita memegangi pundaknya. Dia kedinginan. Aku melepas jaketku dan kuberikan padanya.

"Pakai ini.."
"Gak apa apa? Kamu gak kedinginan?"
"Enggak, pakai saja.."
"Terima kasih..."

Pevita mengenakannya. Sekarang dia lebih hangat, mungkin karena pipis yang gak sengaja mengenai jaket itu semalam. Aku mendaki tanpa mengenakan jaket. Rasanya tubuhku seakan ditusuk jarum. Irama jalanku diiringi melodi menggigil tiap langkahnya.

Langit sudah mulai kelihatan, waktu subuh hampir tiba. Kami bergegas mendaki ke puncak Semeru. Tapi inilah tantangan terberat bagi pendaki Semeru. Batu longsor. Kami mendaki menggunakan tangan dengan tingkat keseriusan yang tinggi, bahkan saking seriusnya.. aku tidak sadar celanaku lepas dan tertinggal. 
Datangnya batu longsor itu membuat kami menjadi kewalahan menyingkir. Aku melihat ada satu longsor batu yang besar akan mendarat di Pevita. Dengan sigap aku lompat ke Pevita dan melindungi tubuhnya. Hasilnya?  celanaku terbang entah kemana. Tentu saja.. aku terpental jauh ke belakang dan kepalaku berdarah mengenai batuan lain. Pevita menghampiriku dengan panik dan meneteskan air mata.

"Awy! Bangun! Jangan tinggalkan aku dulu.. Aku mohon jangan pergi... jaketmu masih aku pakai.."

Mendengar itu akupun langsung bangun. Kata - kata jaket telah sampai ke hatiku.
Kami akhirnya mendaki hingga akhirnya tiba di puncak Semeru. Matahari terbit yang indah berhasil kami capai. Aku melihatnya bersama Pevita. Kami berdua tersenyum karena bahagia berhasil sampai disini dengan melewati berbagai rintangan. Pevita memegang tanganku, aku melihat ke arahnya. Dia tersenyum dan aku balas dengan pukulan keras ke arah mukanya lalu kulempar dia ke jurang.. Gak lah, aku balas dengan senyuman dan genggaman tangannya semakin kencang.

"Wy.. aku mau pipis, udah kebelet"

Karena disini tidak ada tempat untuk bersembunyi akhirnya kusuruh dia untuk tahan. 
Kami berenam berfoto bersama disini dan ternyata dari kami berenam tidak ada yang membawa kamera, jadi kami meminjam salah satu kamera pendaki disitu. Tak lupa aku minta email facebooknya untuk di upload nanti. 
Ketika hari sudah siang, kami turun gunung dan kembali ke Ranukumbolo. Karena panas dan keringat, kami berenam menyelam ke danau disana dan berenang bersama sama hingga malam (masuk angin bo).

Malam tiba, kami berencana untuk bermalam di Ranukumbolo. Di bawah kerlap kerlipnya bintang dan danau luas sejauh mata memandang, aku duduk di temani Pevita. Teman teman lainnya sudah tidur di dalam tenda.

"Indah ya wy.."
"Iya.."

Aku melihat ke arah Pevita dan menatap wajahnya. Dia menatapku balik dan bertanya.

"Ada apa awy?"
"Pevita.. aku tahu kita baru saja bertemu. Sejak pertama bertemu denganmu aku merasakan hal yang membuatku bingung. Tapi setelah kita berjalan bersama, saling bahu membahu, jatuh demi menolong kamu, memberikanmu jaket saat kamu kedinginan, dan melindungi tubuhmu dari batuan longsor.. Aku uda gak bingung.."

Pevita menatapku dengan serius. Wajahnya berseri seri

"Dan sekarang di bawah bintang ini aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Pev, aku.. jatuh cinta.. sama Nikita. Tolong bantu aku agar aku bisa mengenalnya lebih baik. Dia wanita yang baik dan tidak seceroboh kamu, kamu hampir saja membunuhku dengan mati kedinginan dan serangan batu tapi dia engga... dia pantas untuk aku"

Mendengar aku berkata seperti itu, Pevita mengeluarkan air matanya. Setelah ia mengusap air matanya, ia berkata.

"Awy.. aku sempat berfikir kamu akan menyatakan perasaanmu kepadaku.. tapi ternyata.. itu Nikita.. Awy.. aku senang.. beberapa saat tadi aku sempat takut kamu akan bilang kalau kamu cinta padaku.. yang ada di hatiku bukan kamu wy.. tapi Doni.. temen kelasku waktu kelas 2 SMA.. sekarang dia beda kuliah sama aku.. trus tau gak sih wy? gini yaa, waktu itu dia pernah nolongin aku pas aku gak bawa buku paket kimia.. gurunya lagi sereeemm banget.. gurunya ngomong yang gabawa buku keluar.. eehh si Doni ngasih bukunya ke aku terus dia keluar deehh.. dia sweet bangeeet.. apalagi pas kelulusan.. dia tuh semp-"
"Pevita dengarkan aku.. kamu bisa simpan curhatan kamu nanti.. sekarang bantu aku dengan Nikita.. Aku sangat sangat amat sangaaaattt mencintainya.."

Pevita terharu mendengarkan pernyataan pasti dariku. Dari dalam tenda terdengar suara isak tangis Nikita. Mungkin ia merasa hidupnya tidak akan tenang karena tahu aku mencintainya setulus jiwa. Tapi Pevita berjanji bahwa ia akan membantu mempererat kisah cintaku.

2 tahun kemudian.

Aku berdiri di sebuah tempat duduk pelaminan. Aku sudah menikah. Aku bahagia karena ternyata aku benar. Aku tidak memilih wanita yang salah. Sekarang kamu telah menjadi istriku.. Happy Salma.


TAMAT


p.s  :  setelah berpisah dari Semeru, Awy tidak pernah bertemu lagi sekalipun dengan gerombolan Pevita dan Nikita



No comments:

Post a Comment